Selasa, 28 Dzulqa'dah 1443 H / 28 Juni 2022 H
CARA MELAKUKAN PUASA AWAL DZULHIJJAH
Seringkali ada yang bertanya, apakah ada tuntunan melakukan puasa dari hari pertama hingga hari kesembilan Dzulhijjah ?
Yang diketahui hanyalah puasa pada hari kesembilan, yaitu hari Arafah.
Intinya, puasa tersebut memiliki tuntunan. Adapun dalil yang menunjukkan istimewanya puasa di awal Dzulhijjah karena dilakukan pula oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagaimana diceritakan dari Hunaidah bin Khalid, dari istrinya, beberapa istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَصُومُ تِسْعَ ذِى الْحِجَّةِ وَيَوْمَ عَاشُورَاءَ وَثَلاَثَةَ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ أَوَّلَ اثْنَيْنِ مِنَ الشَّهْرِ وَالْخَمِيسَ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada sembilan hari awal Dzulhijah, pada hari ‘Asyura’ (10 Muharram), berpuasa tiga hari setiap bulannya, awal bulan di hari Senin dan Kamis.” (HR. Abu Daud no. 2437 dan An-Nasa’i no. 2374. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih)
Di antara sahabat yang mempraktikkan puasa selama sembilan hari awal Dzulhijah adalah Ibnu ‘Umar. Ulama lain seperti Al-Hasan Al-Bashri, Ibnu Sirin dan Qotadah juga menyebutkan keutamaan berpuasa pada hari-hari tersebut untuk berpuasa. Inilah yang menjadi pendapat mayoritas ulama. (Latho’if Al-Ma’arif, hlm. 459)
Bagaimana dengan riwayat yang menyebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak melakukan puasa Dzulhijjah? Riwayatnya dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha,
مَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- صَائِمًا فِى الْعَشْرِ قَطُّ
“Aku tidak pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa pada sepuluh hari bulan Dzulhijah sama sekali.” (HR. Muslim no. 1176)
Untuk memahami hal ini, lihat perkataan Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah berikut.
Imam Ahmad bin Hambal menjelaskan bahwa ada riwayat yang menyebutkan hal yang berbeda dengan riwayat ‘Aisyah di atas. Lantas beliau menyebutkan riwayat Hafshah yang mengatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah meninggalkan puasa pada sembilan hari awal Dzulhijah. Sebagian ulama menjelaskan bahwa jika ada pertentangan antara perkataan ‘Aisyah yang menyatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah berpuasa sembilan hari Dzulhijah dan perkataan Hafshqh yang menyatakan bahwa beliau malah tidak pernah meninggalkan puasa sembilan hari Dzulhijah, maka yang dimenangkan adalah perkataan yang menetapkan adanya puasa sembilan hari Dzulhijah.
Dalam penjelasan lainnya, Imam Ahmad menjelaskan bahwa maksud riwayat ‘Aisyah adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak berpuasa penuh selama sepuluh hari Dzulhijah. Sedangkan maksud riwayat Hafshah adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa di mayoritas hari yang ada. Jadi, hendaklah berpuasa di sebagian hari dan berbuka di sebagian hari lainnya. (Latho’if Al-Ma’arif, hlm. 459-460)
Cara melakukan puasa awal Dzulhijjah
Boleh lakukan dari tanggal 1 sampai 9 Dzulhijjah, lebih utama lagi puasa Arafah (9 Dzulhijjah)
Boleh lakukan dengan memilih hari yang diinginkan, yang penting jangan tinggalkan puasa Arafah.
Niat puasanya bagaimana? Niat cukup dalam hati, karena maksud niat adalah keinginan untuk melakukan amalan.
Moga dimudahkan beramal shalih di awal Dzulhijjah. Karena amalan shalih di awal Dzulhijjah dapat mengalahkan jihad.
Dalam hadits Ibnu ‘Abbas disebutkan,
« مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الأَيَّامِ ». يَعْنِى أَيَّامَ الْعَشْرِ. قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ « وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَىْءٍ ».
“Tidak ada satu amal shalih yang lebih dicintai oleh Allah melebihi amal shalih yang dilakukan pada hari-hari ini (yaitu 10 hari pertama bulan Dzulhijjah).” Para sahabat bertanya, “Tidak pula jihad di jalan Allah?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Jihad di jalan Allah pun tidak bisa mengalahkan kecuali orang yang berangkat jihad dengan jiwa dan hartanya namun tidak ada yang kembali sedikit pun.” (HR. Abu Daud no. 2438, At Tirmidzi no. 757, Ibnu Majah no. 1727, dan Ahmad no. 1968, dari Ibnu ‘Abbas. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat Bukhari-Muslim)
0 Komentar